| Bagian 4 #ThaIndiaMalaytrip, Mei 2010 |
23 Mei 2010
Misi: menuju Nepal dengan kereta dari Howrah di Kolkata ke Raxaul di dekat perbatasan India-Nepal.
Misi: menuju Nepal dengan kereta dari Howrah di Kolkata ke Raxaul di dekat perbatasan India-Nepal.
Alkisah, kami berempat berencana hanya menginap semalam di Kolkata sebelum berangkat dengan kereta menujui Nepal. Minim riset, kami berasumsi (menuduh lebih tepatnya) bisa membeli tiket di stasiun pada hari-H. Ternyata, berdasarkan informasi pemilik hotel, sangat sulit mendapatkan tiket jika tidak membeli jauh-jauh hari sebelumnya. Kami pun disarankan memesan secara online melalui situs make my trip (penting: setiap pemesanan online harus dilengkapi dengan nomor telepon lokal). Hasilnya? Masuk daftar tunggu urutan 5-8. Eh?
Rupanya, operator kereta api di India menjual tiket dalam tiga status: confirmed, reservation against cancellation (RAC) dan waitlisted. Confirmed artinya Anda sukses mendapatkan tiket sesuai pesanan. RAC berarti naik di kelas yang diinginkan namun kemungkinannya hanya mendapatkan akomodasi duduk (1 kursi), bukan akomodasi tidur (2 kursi). Paling sial, mendapatkan status waitlisted. Anda tidak diperbolehkan naik hingga ada pembatalan tiket-tiket confirmed di hari H. Singkatnya...gantung!
Di hari H, walaupun tetap optimis, jujur perut agak melilit cemas. Malam sebelumnya, pemilik hotel yang telah berbaik hati membantu memesan tiket secara online, mencoba meyakinkan kami.
"It’s okay, there are usually many cancellations on D-day”
"Ah, that's good"
“If you get no seat, just go find the station manager, tell him you’re a travel writer. They’ll give you seats”
"Eh...?"
"It’s okay, there are usually many cancellations on D-day”
"Ah, that's good"
“If you get no seat, just go find the station manager, tell him you’re a travel writer. They’ll give you seats”
"Eh...?"
![]() |
Stasiun Howrah, Kolkata Photo Credit: Prita Wulandari |
Kondisi stasiun Howrah persis bayangan banyak orang tentang India. Penuh sesak calon penumpang, kuli pengangkut barang berturban dengan tumpukan koper di kepala, pengemis dan tuna wisma yang tidur di sudut-sudut stasiun, serta sampah bertebaran. Di depan loket, semua orang berdesakan, enggan mengantri. Berbekal konfirmasi tiket, petugas loket menyatakan nama kami sudah naik 2 peringkat, dan diminta kembali setengah jam kemudian. Harap-harap cemas!
Setengah jam kemudian, kami terbengong-bengong mendapati loket tutup. Loh?! Setelah nekad masuk ke ruangan loket dan dilempar sana-sini, kami diminta mengecek papan pengumuman di jalur keberangkatan kereta. Tak ada nama kami di sana. Rasanya? Ibarat tak menemukan nama di lembar pengumuman UMPTN. Lemas!
Kepepet, kami pun mencari kantor kepala stasiun. Setelah berbicara dengan petugas, kami digiring ke ruangan kosong berisikan meja dan bangku panjang, serta diminta menunggu. Kejadian selanjutnya terasa seperti di dalam film Bollywood. Seorang petugas berseragam masuk dan menginterogasi kami. Mendadak datang petugas lain (dengan deksripsi persis seperti Inspektur Vijay di film-film) bersama seorang penumpang dan langsung terlibat argumen yang tak kami pahami sepenuhnya. Walau tak berujung perkelahian, jantung tetap berdebar-debar!
Singkat cerita, kami berhasil bertemu kepala stasiun, mengaku ingin menulis tentang India dan meminta bantuannya memasukkan kami ke kereta. Harapan timbul saat kami dibawa ke ruangan loket dan ia memberi instruksi dalam bahasa India kepada petugas. Berhasil? Tak disangka, ternyata petugas hanya menyuruh kami mengecek nama di papan pengumuman. APAAA?!
Kecapekan dan hopeless, pasrah nongkrong di depan stasiun Photo Credit: Evelyn Pritt |
Tak habis pikir, betapa rumitnya menaiki kereta di India. Sudah rumit memesannya (jauh-jauh hari, online, dan harus menggunakan nomor telepon lokal), repot pula menaikinya. Oh, kenapa juga harus ada status waitlisted yang merepotkan seluruh umat itu? Tak hanya calon penumpang, operator pun repot. Begitu pemegang tiket waitlisted gagal berangkat, mereka harus segera mengembalikan uang yang telah dibayarkan secara online. Sempat cemas menanti refund, namun ternyata uang kembali utuh sesuai yang dijanjikan, dalam waktu seminggu. Walaupun repot nan ribet, harus diakui, ketatnya sistem yang diberlakukan patut diacungi jempol.
Kesimpulan: belilah tiket jauh-jauh hari kalau tak mau menanggung malu saat harus menghubungi pemilik hotel untuk booking kamar (lagi) serta menghadapi tatapan dan senyum penuh arti pegawai hotel saat kembali check-in. Ah, pupus sudah harapan ke Nepal. Gagal total!
***
No comments:
Post a Comment