30 August 2014

Awal Sebuah Perubahan: Mimpi dan Harapan

Katanya, kalau ada satu hal dalam hidup yang sifatnya pasti, maka perubahan adalah jawabnya. Selain tak terhindarkan, perubahan dalam hidup juga berlangsung terus-menerus. Harapannya? Kita menjadi orang yang sedikit lebih baik karenanya.
Semoga saja.
Malam ini, harapan itu membuncah. Ya, entah mengapa hari ulang tahun kini kerap diiringi kecemasan bahwa setahun telah berlalu tanpa perubahan berarti. Ah, pertambahan umur kenapa harus jadi sesuram ini?

“Duh, kayaknya gue masih sama aja deh kayak dulu…gak ada yang berubah.”
Kalimat itu terus mengusik sepanjang hari. Andaikan pertambahan materi menjadi indikator perubahan menuju kebaikan, maka lebih baik saya duduk di pojokan meratapi waktu yang telah terbuang.
Tabungan logam mulia? Masih sebatas rencana.
Mobil pribadi? Ah, masih jauh rasanya.
Rumah impian? Apalagi…
Jadi, apa yang sudah berubah selama ini?
Titik awal petualangan: Boarding Pass Air Asia dari perjalanan perdana ke luar negeri
(Bangkok, 2008) 
Patah hati seolah tak ada artinya di hadapan
keagungan karya alam dan tangan-tangan manusia ini
Lokasi: Batu Cave, Malaysia
Sedikit tertekan sambil memandang layar komputer, jari-jari ini dengan sigap langsung membuka folder My Pictures. Kalau ada satu hal yang bisa menghibur seorang makhluk Cancer, nostalgia jawabannya. Mencermati kumpulan foto yang dikelompokkan berdasarkan tahun dan lokasi, saya pun tersadar..enam tahun sudah berlalu sejak kali pertama memberanikan diri keluar wilayah Indonesia tercinta.
Dipicu bujuk rayu seorang teman dan tiket promo Air Asia, Negara Gajah Putih Thailand pun menjadi titik awal serangkaian petualangan tak terlupakan. Bermodal spontanitas, sedikit nekad dan dana serba pas, impian menjejakkan kaki di negeri orang akhirnya bisa diwujudkan.
Kini, enam tahun dan delapan negara kemudian..saya masih juga tak habis pikir. Siapa sangka, si anak bungsu yang terkenal manja, pemalu dan buta arah ini ternyata mampu juga bertualang!
Bepergian sendirian pun dijalani. Bisa ditebak, ada saja kemalangan yang terjadi di sepanjang jalan. Tersesat, ketinggalan kereta, ketinggalan pesawat, ditipu sopir taksi, dikuntit orang tak jelas, sampai mengejar copet bersama polisi tak berseragam. Semua pernah.
Kok ya gak kapok?
A.N.E.H.
Harap maklum, dengan segala keterbasan dana yang ada, semua perjalanan yang dilakukan memang jauh dari serba nyaman. Untunglah manusia diciptakan untuk bisa bertahan dan beradaptasi. Prinsipnya, saat kondisi kepepet, kita bisa melakukan berbagai hal di luar kebiasaan atau bahkan yang sebelumnya dianggap mustahil. Ajaib memang.
Istilah kerennya, keluar dari zona nyaman.
Tentunya jangan bayangkan saya serta merta berubah menjadi Wonder Woman saat melakukan perjalanan. Toh berbagai kesialan dan ketidakmujuran masih juga terjadi. Tapi setidaknya, semua itu tak lagi membuat saya takut untuk terus menjelajah.
Klise memang, tapi ya..itulah mengapa saya terus membuat rencana perjalanan baru tiap kali satu perjalanan usai. Mengejar momen ‘pencerahan diri’ saat hati diliputi keyakinan penuh dapat menaklukkan apa pun di lokasi yang serba asing. Sambil terus berharap, sensasi dari momen tersebut terus bertahan walaupun perjalanan telah berakhir.
Tersadar ke masa kini, saya pun kembali ke pertanyaan awal.
Jadi, apa yang sudah berubah dalam hidup saya selama ini?
Banyak.
Banyak sekali.
Beberapa gigabyte foto dan sekumpulan cerita dalam blog toh tak mampu merangkum seluruhnya. Mayoritas teman di lingkaran Facebook pun mungkin tak akan menyadari perubahan yang terjadi. Tapi saya merasakannya. Juga orang-orang terdekat. Dan, itulah yang terpenting.
Dari sekian banyak hal, saya belajar menghargai hal-hal kecil dalam hidup. Nikmatnya menyantap sepiring nasi briyani di restoran sederhana di Kuala Lumpur, selepas lelah berkeliling kota. Serunya menghabiskan malam menonton pertunjukan gratis dancing water fountain di sebuah taman di Kolkata, bersama puluhan warga setempat. 
Saya pun belajar menerima perbedaan sebagai sebuah keragaman yang justru memperkaya budaya sebuah kota. Mencermati para penumpang di bandara dan angkutan umum yang asik mengobrol dalam beragam bahasa berbeda adalah momen favorit di setiap perjalanan. Sungguh, dunia rasanya tak lagi bersekat-sekat.
Uniknya, setelah melakukan perjalanan saat patah hati di tahun 2010 lalu, saya pun tersadarkan..tak ada kesedihan yang absolut. Ternyata, di tengah kesedihan pun kita masih bisa tertawa lepas dan berbahagia. 

Patah hati memang kerap jadi alasan sebuah perjalanan. Tapi percayalah, satu perjalanan tak akan instan mengobatinya. Namun, kala akhirnya bisa menikmati langit malam yang indah di atas perairan Andaman bersama teman-teman baru setelah puas menangis di kamar, saya pun tersadar…semua toh akan baik-baik saja. 
Dan yang terpenting, saya belajar meyakini kekuatan sebuah mimpi dan harapan. Tak ada mimpi yang terlalu tinggi dan terlalu besar. Semua orang punya kesempatan sama untuk mewujudkannya. Setiap kali dilanda keraguan, saya pun selalu mengingatkan diri bahwa yang saya butuhkan hanyalah sebuah dorongan.
Pada akhirnya, semua berawal dari sebuah dorongan. Dan, semua mimpi yang sudah saya jalani selama enam tahun ini didorong satu hal yang diyakini sepenuh hati oleh Air Asia.
Bahwa semua orang memiliki kesempatan yang sama.
Kesempatan merasakan pengalaman baru, menikmati hal baru dan menjadi pribadi baru yang lebih baik karenanya. Dan bagaikan guru bijak yang berbagi rahasia hidup, Air Asia terus mendengungkan kalimat sakti itu di telinga saya.

Now, Everyone Can Fly. 
Kamu pun, bisa mewujudkan mimpi-mimpi itu. Dan menjadi lebih baik karenanya. 
---
Happy 10th Anniversary, Air Asia Indonesia!


***

2 comments: