| Bagian 1 #ThaIndiaMalaytrip, Mei 2010 |
"There is always a first time for everything"
Pertama kali bepergian ke negeri orang sendirian,
pertama kali sekamar dengan pria Italia ganteng bertato. Eh?
Tunggu. Jangan tertipu, ini tak seperti di film-film.
17 Mei 2010
Akhirnya siang itu saya tiba di Patong Backpacker Hostel, tempat saya menginap selama 2 malam di Patong Beach, Thailand. Kota ini adalah lokasi persinggahan pertama dalam petualangan 3 negara selama 2 minggu ke depan. Super girang!
Kota di provinsi Phuket ini sekaligus menjadi titik pertemuan dengan 2 teman yang telah lebih dulu memulai petualangan seminggu sebelumnya. Esok, mereka akan tiba dari Hong Kong. Itu berarti, hari ini resmi menjadi perjalanan solo di negeri orang untuk kali pertama!
Alkisah, demi penghematan, kami memilih menginap di hostel dengan dormitory room macam asrama yang berisikan beberapa bunk-bed (tempat tidur bertingkat). Di Patong Backpacker Hostel ini saya hanya mengeluarkan sekitar USD10 (90 ribu-an) per malam. Idealnya, kamar jenis ini terbagi menjadi tipe khusus ladies dan mixed. Tapi di hostel ini, semua kamar bertipe mixed alias tak membedakan jenis kelamin. Untuk hal yang satu ini, bukan pengalaman pertama. Dua tahun sebelumnya di Bangkok, saya dan 3 teman lainnya pun pernah menginap di mixed dormitory room. Selain hemat..selama tak sendirian, barang bawaan tak banyak, dan menginap untuk numpang tidur semata, hostel memang terasa pilihan pas.
Kembali ke pria Italia ganteng bertato. Tibalah saya di kamar. Ruangannya sempit saja, berisikan 2 bunk beds (4 kasur) dilengkapi kamar mandi dalam. Saat itu 1 kasur di bagian bawah sudah ditempati. Ransel besar, beberapa kaos dan celana tergeletak di atas kasur. Laki-laki. Pemiliknya entah di mana. Saya langsung menuju bunk bed satunya dan menempati kasur bagian bawah.
Singkat cerita, kita lewatkan saja bagian saya tertidur, terbangun didera lapar amat sangat, menuju McD dekat hostel (lapar sangat membuat otak macet berujung pada pilihan tak kreatif), menuju pantai, tersadar cincin tertinggal di meja McD, balik arah, cincin tak ketemu, sunset terlewat, dan akhirnya melewatkan 1 1/2 jam berikutnya di pantai hingga angin dingin membawa saya kembali ke hostel sekitar jam 8 malam.
"Oh, Hello!"
"Hello"
"I'm Laila.."
"Nice to meet you. I'm xxxx.."
"Nice to meet you too. Where are you from?"
"Italy.
"Ah, Italy. Nice.."
"How about you?"
"I'm from Indonesia.."
........
Bukan, saya bukan bermaksud menyamarkan namanya. Saya memang tak bisa mengingat namanya kini. Mungkin karena fakta ketika membuka pintu kamar saya menemukannya duduk di kasur hanya bercelana pendek dengan kedua lengan penuh tato ditambah tato naga melingkar dari punggung sebelah kanan ke bagian dada. Mungkin juga karena fakta saya memang pelupa.
Wajahnya tak terlalu Italia seperti para pemain bola Lega Calcio, namun tak salah lagi, ada ke-khas-an prototype wajah pria Italia. Bello! (ganteng-red)
Kembali ke perihal nama.
Alessandro? Rasanya bukan.
Antonio. Dario. Enrico. Fabio. Paolo. Roberto? Ah, entahlah.
Mari kita sebut saja...Massimo.
Seperti saya, Massimo datang ke Patong sendirian. Dan seperti saya juga, ia tak banyak bicara. Penampakannya memang sangat cool. Untunglah. Yes, otak masih macet dan menolak memunculkan ide obrolan brilian. Lelah berjalan-jalan, akhirnya saya pun berniat tidur saja. Harus diakui, tidur sekaligus modus efektif meredakan perasaan deg-degan plus menghindari suasana awkward.
Kebalikan dari saya, Massimo justru sedang bersiap untuk keluar. Maklum, Patong punya banyak bar dan club yang baru hidup di malam hari. Saya? Ah, saya bukan anak malam. Pantai dan tempat makan (mentok-mentok coffee shop) adalah hiburan saya.
Fiuhh. Aman. Begitu yang terlintas ketika akhirnya memiliki kamar untuk saya sendiri...
zzzZZZzzZzzz.....
Sekitar jam dua pagi saya terbangun karena kedinginan. Heh? Yes, Thailand adalah negara tropis. Yes, Patong adalah kawasan pantai. Dingin? Ehm, maksud saya karena temperatur AC di kamar dipasang super rendah (sialnya remote dipegang petugas hostel) dan anginnya tepat menerpa kepala saya. Brrr...
Sebetulnya agak tengsin, tapi mau bagaimana lagi. Ya sudahlah, lebih baik malu sedikit daripada flu sepanjang liburan. Jadi begitulah. Dengan harapan tak menimbulkan kegaduhan dan membangunkan Massimo yang rupanya sudah kembali, saya mengambil jaket dan syal dari dalam ransel. Tak hanya itu, saya pun memutar posisi tidur (kepala di bagian kaki, kaki di bagian kepala) dan memindahkan bantal yang tadinya tepat di bawah AC ke ujung lain ranjang. Hasilnya? Karena posisi bunk bed saya dan Massimo diposisikan sedemikian rupa membentuk siku 90 derajat, praktis dengan mengganti posisi bantal saya bisa melihat langsung wajah Massimo (vice versa) dari posisi saya berbaring.
Pemandangannya:
Massimo: telanjang dada, bercelana pendek, tanpa selimut.
Saya: bercelana panjang, hooded jacket, syal dan selimut
Dududuu..."__" (semoga saja ia tak menuduh saya berganti posisi kepala supaya bisa memandanginya tidur. Atau berharap ia melihat saya tidur *gubrag*)
Sayang, saya tak sempat memotret suasana kamar. Tapi saya menemukan foto salah satu kamar di hostel saya yang mirip-mirip dengan kamar yang saya tempati saat itu. Untuk keperluan tulisan ini, berikut ilustrasi posisi kasur di kamar:
![]() |
Saya tidur di bunk bed sebelah kiri layar di kasur bawah, dan Massimo di sebelah kanan. (Lihat posisi bantal di bunk bed kiri yang tepat berada di bawah AC). Nah, karena dingin, saya pindahkan bantal ke ujung lain (terpotong di foto). Sedangkan posisi bantal Massimo juga ada di ujung yang tak terlihat dalam foto. Hasilnya? Bisa pandang-pandangan! (Foto diambil dari sini) |
Untunglah (ah, untungnya jadi orang Indonesia: selalu bisa bilang untung dalam kondisi apa pun), Massimo tak banyak bicara. Jadi, praktis tak ada pertanyaan apa pun walaupun di pagi harinya ia jelas-jelas melihat kostum tidur saya yang 180 derajat kebalikan dirinya. Hore!
Untungnya lagi, menjelang sore datanglah 2 penghuni baru kamar kami: 2 perempuan Inggris super heboh yang langsung meramaikan kamar kami dengan obrolan tiada henti diselingi tawa membahana. Saya dan Massimo? Setelah ikut mengobrol sebentar, tak lama kemudian langsung kabur permisi keluar. Ha! Ia langsung keluar hostel entah ke mana, dan saya..langsung menuju komputer di ruang TV mengecek email.
Berhubung malam itu kedua teman saya akan tiba dari Hong Kong, saya pun pindah ke kamar lain yang kosong yang akan kami tempati bersama. Ah, status antara saya dan Massimo pun akhirnya berubah. Ehm..status roommate maksudnya (batuk-batuk).
Ciao Massimo! Ciao bello! J
***
No comments:
Post a Comment